Pada hari Selasa kemarin (9 Februari), Amerika Serikat dan Thailand membuka gelar latihan militer tahunan “Cobra Gold 2016”, di tengah kekhawatiran Washington tentang masa depan demokrasi sekutunya ini.
Panglima Tertinggi Royal Thai Army, Jenderal Sommai Kaotira, dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Thailand, Glyn Davies, meluncurkan iterasi ke-35 dari latihan tahunan – yang dimulai sebagai latihan bilateral antara Washington dan Bangkok – di Royal Thai Navy Command Center di kabupaten Sattahip, provinsi Chonburi.
Menurut sebuah pernyataan pemerintah Thailand, pelatihan tahun ini diikuti oleh 8.564 personil dari tujuh negara, yaitu Amerika Serikat, Thailand, Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan. Sementara itu, sembilan negara lain berpartisipasi dalam perencanaan multinasional, serta sembilan lainnya mengirim pengamat.
Sejak kudeta di Thailand pada bulan Mei 2014, Amerika Serikat telah mencoba untuk menyeimbangkan kedua sinyal ketidaksetujuan terhadap kudeta tersebut. Hal ini berkaitan dengan menjaga keterlibatan penting dalam pertahanan aliansi dengan Thailand serta komitmennya untuk Asia-Pasifik lebih umum. Sehubungan dengan Cobra Gold, berdasarkan pertimbangan dari pemerintahan Obama, diputuskan untuk tetap terlibat, namun dalam porsi yang diperkecil. Sekitar 3.600 tentara Amerika Serikat berada di Thailand untuk menjalani latihan selama 11 hari.
Pada saat yang sama, Washington terus menyerukan diadakannya pemilu di Thailand dan pemulihan penuh pemerintahan yang demokratis. Sejak junta berkuasa setelah kudeta, jajak pendapat telah berulang kali tertunda. Pada pidato yang disampaikan oleh utusan Amerika Serikat, Davies, saat upacara pembukaan Cobra Gold 2016, disampaikan bahwa aliansi AS-Thailand akan mencapai potensi penuh hanya ketika hal itu terjadi.
Menurut sebuah pernyataan pemerintah Thailand, pelatihan tahun ini diikuti oleh 8.564 personil dari tujuh negara, yaitu Amerika Serikat, Thailand, Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan. Sementara itu, sembilan negara lain berpartisipasi dalam perencanaan multinasional, serta sembilan lainnya mengirim pengamat.
Sejak kudeta di Thailand pada bulan Mei 2014, Amerika Serikat telah mencoba untuk menyeimbangkan kedua sinyal ketidaksetujuan terhadap kudeta tersebut. Hal ini berkaitan dengan menjaga keterlibatan penting dalam pertahanan aliansi dengan Thailand serta komitmennya untuk Asia-Pasifik lebih umum. Sehubungan dengan Cobra Gold, berdasarkan pertimbangan dari pemerintahan Obama, diputuskan untuk tetap terlibat, namun dalam porsi yang diperkecil. Sekitar 3.600 tentara Amerika Serikat berada di Thailand untuk menjalani latihan selama 11 hari.
Pada saat yang sama, Washington terus menyerukan diadakannya pemilu di Thailand dan pemulihan penuh pemerintahan yang demokratis. Sejak junta berkuasa setelah kudeta, jajak pendapat telah berulang kali tertunda. Pada pidato yang disampaikan oleh utusan Amerika Serikat, Davies, saat upacara pembukaan Cobra Gold 2016, disampaikan bahwa aliansi AS-Thailand akan mencapai potensi penuh hanya ketika hal itu terjadi.
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik & sopan