Polusi udara di ibukota Cina mencapai lebih dari 15 kali tingkat keamanan asap yang boleh dihirup di sebagian besar negara. China memerintahkan ribuan pabrik untuk menghentikan
operasinya, setelah beberapa hari terakhir Beijing diselimuti kabut asap
yang angkanya mencapai 24 kali lipat batas yang diperbolehkan.
Dilansir koran pemerintah China Daily hari Selasa (1/12/2015), pemerintah Beijing memerintahkan 2.100 industri berpolusi tinggi, sementara pabrik-pabrik lainnya diperintahkan untuk mengurangi pekerjaannya secara signifikan. Warga diminta sebisa mungkin tinggal di dalam rumah dan lalu lintas penerbangan membatalkan 30 jadwal dari Beijing dan Shanghai.
Lapisan kabut asap membatasi jarak pandang hingga hanya beberapa ratus meter saja dan menimbulkan bau tidak sedap, sehingga banyak warga menggunakan penutup hidung dan mulut ketika keluar rumah. Akibat kabut asap yang tebal dan minimnya jarak pandang, sejumlah ruas jalan di luar ibukota juga ditutup, kata Kementerian Transportasi China.
Sekolah-sekolah diminta menjaga siswa-siswanya agar tetap berada di dalam ruangan kelas, sementara sebuah sekolah harus tutup hari ini.
Kualitas udara di Beijing semakin memburuk sejak 27 November. Hari Ahad (29/11/2015), untuk pertama kalinya dalam kurun dua tahun terakhir, ibukota mendapatkan peringatan kabut asap warna jingga, simbol warna kedua polusi udara paling berbahaya. Keadaan di Beijing sebelah selatan paling buruk, di mana partikel terkecil di udara berdiameter 2,5 mikron mencapai kepadatan 900 mikrogram per meter kubik. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan untuk menghindari bahaya kerusakan pada paru-paru, konsentarasi partikel terkecil di udara itu tidak boleh melebihi 25 mikrogram.
Awal Desember 2015 ini, pemimpin dari berbagai negara di seluruh dunia dengan total lebih dari 190 negara sedang berkumpul di Paris untuk membahas kesepakatan baru tingkat global tentang perubahan iklim. Di forum itu pula Indonesia lewat Presiden Jokowi akan menyampaikan laporan tentang dampak lingkungan yang terjadi setelah bencana kebakaran hutan parah melanda Indonesia di tahun 2015 ini. Seperti yang diketahui, bencana kebakaran hutan dan kabut asap pekat yang menghantam Indonesia di tahun 2015 ini adalah bencana terburuk sepanjang sejarah kebakaran hutan Indoenesia. Ratusan ribu hektare lahan hutan habis terbakar, berimbas pada hilangnya jarak pandang di kota-kota terdampak asap seperti Palangkaraya dan Riau selama berminggu-minggu. Kini bencana kabut asap itu memang sudah berakhir di negeri ini. Akan tetapi Indonesia sudah terlanjur dikenal dunia sebagai salah satu negara penghasil asap karbon terbesar di dunia. Sungguh sebuah ironis.
Namun nyatanya kabut asap pun bisa menghantam negara manapun. Hanya berselang beberapa bulan dari tragedi asap di Indonesia. Dilaporkan oleh National Geographic, kabut asap atau polusi asap kini sedang menjadi ketakutan ratusan juta warga di Ibukota China, Beijing. Pada kenyataannya memang, di hari-hari biasa, polusi udara di Ibukota China sudah berada dalam kategori luar biasa. Yakni sekitar 15 kali lipat lebih banyak ketimbang tingkat polusi kabut asap yang menjadi batas atas dari sebagian besar negara dunia.
Kini, di antara berjalannya konferensi perubahan iklim dunia di Kota Paris, warga Beijing justru sedang mengalami kondisi semakin buruknya polusi asap. Bahkan laporan terakhir dari media internasional menyebutkan, dalam konferensi 190 negara di Paris untuk membahas kesepakatan global baru tentang perubahan iklim, warga Beijing sudah disarankan agar tak keluar rumah dalam beberapa hari ke depan. Penyebabnya adalah karena semakin buruknya kondisi kabut asap atau polusi udara di Beijing.
Di tengah-tengah konferensi perubahan iklim yang sedang berlangsung, Kedutaan Besar AS di Beijing melaporkan tingkat polusi udara beracun sejumlah 391 mikrogram partikulat per meter kubik. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia, tingkat polusi udara yang aman adalah sebesar 25 mikrogram per meter kubik partikulat. Akibat kadar Indeks Standar Pencemaran Udara yang ekstrem ini, Kota Beijing sudah diselimuti oleh kabut asap pekat berwarna abu-abu. Serupa dengan kabut asap yang pernah menghancurkan udara Palangkaraya.
Setelah diselidiki, banyak pengamat lingkungan yang mengatakan bahwa kabut asap di Beijing China adalah akibat dari pembakaran batubara yang meningkat drastis untuk pemanas ruangan ketika China mulai memasuki musim dingin. Presiden China Xi Jinping berjanji akan mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, seraya menegaskan bahwa dia tidak yakin negara-negara miskin harus mengorbankan pertumbuhan ekonominya guna memangkas emisi gas rumah kaca mereka.
Kementerian Perlindungan Lingkungan telah memperkirakan polusi yang parah untuk wilayah Beijing akan lebih besar, serta bagian barat dari Shandong dan bagian utara dari Henan hingga Selasa, ketika angin kencang dari utara diharapkan menerbangkan polusi udara. Kementerian telah menyarankan masyarakat untuk tetap tinggal di dalam rumah. Dilaporkan banyak sekolah yang ditutup akibat kabut asap, ada juga yang masih dibuka namun tetap mengizinkan siswanya tidak datang dan belajar di rumah.
Pihak berwenang menyalahkan pembakaran batubara untuk pemanasan musim dingin sebagai penyebab utama untuk polusi udara. Kementerian mengatakan telah mengirimkan tim untuk memeriksa emisi ilegal yang dihasilkan pabrik-pabrik di beberapa kota di China utara. Hal ini bisa dikatakan cukup ironis, mengingat Presiden China Xi Jinping saat sedang menghadiri KTT Perubahan Iklim di Paris, sedangkan di negaranya sendiri sedang dipenuhi dengan kabut asap.
China sendiri ‘menyumbang’ gas rumah kaca sekira 6 miliar ton per tahunnya dan menurut media dunia, China adalah negara dengan produksi emisi terbesar di dunia. Pada hari Senin 30 November 2015, Xi Jinping mengatakan negaranya akan berusaha mengurangi emisinya secepatnya demi kebaikan manusia.
Dilansir koran pemerintah China Daily hari Selasa (1/12/2015), pemerintah Beijing memerintahkan 2.100 industri berpolusi tinggi, sementara pabrik-pabrik lainnya diperintahkan untuk mengurangi pekerjaannya secara signifikan. Warga diminta sebisa mungkin tinggal di dalam rumah dan lalu lintas penerbangan membatalkan 30 jadwal dari Beijing dan Shanghai.
Lapisan kabut asap membatasi jarak pandang hingga hanya beberapa ratus meter saja dan menimbulkan bau tidak sedap, sehingga banyak warga menggunakan penutup hidung dan mulut ketika keluar rumah. Akibat kabut asap yang tebal dan minimnya jarak pandang, sejumlah ruas jalan di luar ibukota juga ditutup, kata Kementerian Transportasi China.
Sekolah-sekolah diminta menjaga siswa-siswanya agar tetap berada di dalam ruangan kelas, sementara sebuah sekolah harus tutup hari ini.
Kualitas udara di Beijing semakin memburuk sejak 27 November. Hari Ahad (29/11/2015), untuk pertama kalinya dalam kurun dua tahun terakhir, ibukota mendapatkan peringatan kabut asap warna jingga, simbol warna kedua polusi udara paling berbahaya. Keadaan di Beijing sebelah selatan paling buruk, di mana partikel terkecil di udara berdiameter 2,5 mikron mencapai kepadatan 900 mikrogram per meter kubik. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan untuk menghindari bahaya kerusakan pada paru-paru, konsentarasi partikel terkecil di udara itu tidak boleh melebihi 25 mikrogram.
Kini, di antara berjalannya konferensi perubahan iklim dunia di Kota Paris, warga Beijing justru sedang mengalami kondisi semakin buruknya polusi asap. Bahkan laporan terakhir dari media internasional menyebutkan, dalam konferensi 190 negara di Paris untuk membahas kesepakatan global baru tentang perubahan iklim, warga Beijing sudah disarankan agar tak keluar rumah dalam beberapa hari ke depan. Penyebabnya adalah karena semakin buruknya kondisi kabut asap atau polusi udara di Beijing.
Di tengah-tengah konferensi perubahan iklim yang sedang berlangsung, Kedutaan Besar AS di Beijing melaporkan tingkat polusi udara beracun sejumlah 391 mikrogram partikulat per meter kubik. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia, tingkat polusi udara yang aman adalah sebesar 25 mikrogram per meter kubik partikulat. Akibat kadar Indeks Standar Pencemaran Udara yang ekstrem ini, Kota Beijing sudah diselimuti oleh kabut asap pekat berwarna abu-abu. Serupa dengan kabut asap yang pernah menghancurkan udara Palangkaraya.
Setelah diselidiki, banyak pengamat lingkungan yang mengatakan bahwa kabut asap di Beijing China adalah akibat dari pembakaran batubara yang meningkat drastis untuk pemanas ruangan ketika China mulai memasuki musim dingin. Presiden China Xi Jinping berjanji akan mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, seraya menegaskan bahwa dia tidak yakin negara-negara miskin harus mengorbankan pertumbuhan ekonominya guna memangkas emisi gas rumah kaca mereka.
Kementerian Perlindungan Lingkungan telah memperkirakan polusi yang parah untuk wilayah Beijing akan lebih besar, serta bagian barat dari Shandong dan bagian utara dari Henan hingga Selasa, ketika angin kencang dari utara diharapkan menerbangkan polusi udara. Kementerian telah menyarankan masyarakat untuk tetap tinggal di dalam rumah. Dilaporkan banyak sekolah yang ditutup akibat kabut asap, ada juga yang masih dibuka namun tetap mengizinkan siswanya tidak datang dan belajar di rumah.
Pihak berwenang menyalahkan pembakaran batubara untuk pemanasan musim dingin sebagai penyebab utama untuk polusi udara. Kementerian mengatakan telah mengirimkan tim untuk memeriksa emisi ilegal yang dihasilkan pabrik-pabrik di beberapa kota di China utara. Hal ini bisa dikatakan cukup ironis, mengingat Presiden China Xi Jinping saat sedang menghadiri KTT Perubahan Iklim di Paris, sedangkan di negaranya sendiri sedang dipenuhi dengan kabut asap.
China sendiri ‘menyumbang’ gas rumah kaca sekira 6 miliar ton per tahunnya dan menurut media dunia, China adalah negara dengan produksi emisi terbesar di dunia. Pada hari Senin 30 November 2015, Xi Jinping mengatakan negaranya akan berusaha mengurangi emisinya secepatnya demi kebaikan manusia.
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik & sopan