
Kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang memiliki potensi minyak yang sungguh berlimpah, banyak negara-negara penghasil minyak disana seperti Irak, Iran, Mesir, Syriah, Libya, dll.
Kawasan Timur Tengah merupakan sebuah kawasan yang sesungguhnya masih kontroversial, begitu pula mengenai penyebutannya. Goldsmith Jr. dan Davidson (2006, 6-7) menjelaskan secara logis mengenai penyebutan ‘middle east’, ketika ‘east’ hanyalah sebutan para bangsa Eropa, yaitu Italia dan Perancis. Akan tetapi kemudian, kawasan ‘east’ tersebut merupakan ‘west’ bagi India dan Cina.
Dari gambaran awal inilah sejarah kawasan Timur Tengah berawal, dengan konstruksi pola pemikiran Barat. Sesungguhnya sebutan yang pantas bagi kawasan ini adalah ‘the Old World’ (Goldsmith Jr & Davidson 2006, 6-7). Hal ini disebabkan karena kawasan Timur Tengah merupakan persilangan dan asal muasal beberapa peradaban dunia. Seperti persilangan antara kebudayaan Asia, Afrika, dan Eropa. Disebelah Timur Teluk Persia merupakan pusat Peradaban Sumeria, sedang di kawasan Barat Laut Merah adalah pusat Peradaban Mesir Kuno, dan yang terakhir adalah kawasan Turki di Utara yang berbatasan langsung dengan Eropa dan terpisah oleh Selat Bosporus. Kawasan Timur Tengah juga disebut sebagai ‘land of the seven seas’. Kawasan Timur Tengah terdiri dari 13 negara yang berada di Jazirah Arab. negara-negara tersebut antara lain Saudi Arabia, Yaman, Oman, Bahrain, Jordan, Kuwait, Irak, Iran, Syria, Lebanon, Qatar, Palestina dan Israel.
Sebenarnya seberapa luas cakupan kawasan yang dinamakan Timur Tengah juga lebih dari Semenanjung Arab. Masih ada kawasan di Afrika Utara yang juga menjadikan dirinya berada dalam lingkup kebudayaan Timur Tengah. Seperti Mesir, Libya, Tunisia, dan Maroko. Berdasarkan pemaparan yang pernah dilakukan oleh Hamid Al Hadad (2013), kawasan Timur Tengah terbagi menjadi dua, yakni Kawasan Arab Masyriki atau Arab Timur, yang terdiri negara-negara semenanjung Arab, yang dapat diamati dari cara berpakaiannya yang menggunakan jubah dan tudung. Kemudian Kawasan Arab Maghribi atau Arab Barat, yang terdiri dari negara-negara yang berada di Afrika Utara, hingga sepanjang timur Laut Mediterania, seperti Palestina, Lebanon, Syria, hingga Turki, yang dapat diamati dari penggunaan pakaian yang lebih moderat, yaitu dengan menggunakan jas pada umumnya.
Mendeksripsikan suatu wilayah tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur geografis yang ada pada umumnya. Penulis akan mendeskripsikan dan menganalisis Kawasan Timur Tengah dalam dua bagian, pertama dari sudut pandang geografis pada umumnya, dan kedua dari sudut pandang secara politik. Beberapa unsur geografis wilayah, terdiri dari iklim, sumber daya, keberagaman penduduk. Iklim kawasan Timur Tengah sebagian besar adalah kering dan panas, akan tetapi beberapa kawasan juga masih mendapat curah hujan. Pola kehidupan penduduknya pun juga terbagi menjadi dua bagian, pola nomaden dengan berburu dan meramu makanan, khususnya di wilayah padang pasir dan pegunungan, juga pola hidup dengan menetap dan bertani, hal ini berdasarkan penemuan desa agrikultur tertua dunia di pegunungan Anatolia, Turki (Goldsmith & Davidson 2006, 8). Sumber Daya Alam, kawasan Timur Tengah yang dapat diperbaharui sangatlah minim, seperti hutan-hutan yang telah mengalami deforestasi besar-besaran. Satu-satunya sumber energi yang terbaharukan bagi Timur Tengah adalah energi sinar matahari apabila di maksimalkan.

Kendati pun miskin akan sumber daya alam yang terbaharukan, namun kandungan sumber daya minyak bumi begitu melimpah di kawasan ini, sehingga menjadi berkah sekaligus kutukan bagi negara-negara di kawasan. Namun, eksploitasi sumur-sumur minyak baru berjalan secara masif pasca tahun 1945. Dari unsur keberagaman penduduk. Kawasan Timur Tengah juga memiliki keberagaman pola hidup yang cukup tinggi, keberagaman ini juga disebabkan oleh bentuk Timur Tengah yang terdiri dari gunung, dataran, lembah, dan gurun. Akan tetapi di beberapa wilayah yang terisolir, baik oleh kondisi geografis dan rawan badai, menghasilkan etnis minoritas di Timur Tengah, seperti yang terdapat di Lebanon (Goldsmith & Davidson 2006, 10).
Setelah membahas Timur tengah dari sudut pandang geografis pada umumnya, penulis akan membahas posisi strategis Timur Tengah dalam geopolitik dunia. Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang memiliki posisi strategis, baik untuk jalur perdagangan juga cadangan minyak yang cukup menggiurkan. Era setelah kejatuhan Uni Soviet, telah menandai era keterbukaan dan kemenangan dari liberalisasi. Sehingga Amerika Serikat yang dikatakan sebagai ‘pemenang’ berkepentingan untuk ‘membebaskan’ negara-negara yang menutup dirinya. Salah satu yang populer adalah adanya istilah ‘Oil Geopolitics’ yaitu ketika Amerika Serikat menaruh perhatian khusus di Timur Tengah. Hingga pada akhirnya melakukan intervensi militer terhadap Irak, dengan bantuan Inggris, dengan dalih menyelamatkan Kuwait. Minyak telah memegang peranan kunci dalam pelaksanaan kepentingan ekonomi negara-negara besar pada masa neoliberal, sehingga apabila suatu negara yang kaya akan sumber daya minyak memberlakukan emnargo maka jelas akan mengganggu perekonomian dunia. Pada kenyataannya Timur Tengah meyimpan banyak cadangan minyak dan gas alam yang menjadi penarik tersendiri bagi Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan pengeboran minyak milik Amerika Serikat yang mengelola sumur-sumur minyak Irak pasca invasi yang dilakukannya pada masa Perang Teluk tahun 1990, seperti Chevron dan Exxon yang menandai suppremasi Amerika Serikat atas sumber-sumber minyak di Irak (Roberts et al t.t, 888). Dengan demikian Timur Tengah memiliki posisi strategisnya tersendiri dengan kepemilikan minyak, bahkan hingga hari ini perebutan mengenai sumber daya minyak masih terjadi.
Awal Mula Mencetusnya Perang dibalik Minyak
Melimpahnya kawasan-kawasan minyak di timur tengah memicu perebutan untuk menguasainya, hingga muncul suatu kelompok militan yang menamakan dirinya ISIS (Islamic State in Iraq & Syria), Dari sinilah titik awal Perang di balik minyak dimulai.
Banyak orang mulai mempertanyakan tujuan utama kehadiran kelompok ISIS ini, siapakah kelompok ISIS itu? Dari mana asal mula kelompok ini didirikan? Kenapa kelompok ISIS membuat perang & kerusakan di kawasan timur tengah? negara manakah yang mendukung pembentukan ISIS? Dan dari manakah ISIS mendapatkan peralatan tempur/persenjataan-persenjataan militer..? Untuk keterangannya baca di sini

Kelompok yang mengatasnamakan sebagai Negara Islam ini mengaku ingin menguasai dunia dengan melakukan perperangan/jihat dijalan yang benar atas nama tuhan, namun itu hanyalah Trick/modus/alasan belaka. Dibalik motif perang ISIS sebenarnya ada maksuk tersembunyi yaitu ingin menguasai kilang-kilang minyak untuk meraup keuntungan pribadi. Kelompok ISIS ini tak henti-hentinya menyebarakan peperangan yang mengakibatkan pertupahan darah, penjajahan, penyandraan, dan berbagai kekejaman sosial lainnya. Hali itu tentunya sangat bertolak belakang dari ajaran islam cinta damai tanpa kekerasan maupun pertumpahan darah yang bisa mengakibatkan kedzaliman.
Namun ISIS terus berupaya merekayasa & mencuci otak semua orang agar mengikuti aliran sesatnya. Dibalik perang ISIS untuk menguasai kilang-kilang minyak, rupanya ISIS memperdagangkan/menjual secara ilegal hasil minyaknya dengan harga yang murah untuk meraup keuntungan yang besar & memperkuat perkonomiannya. Tak hanya menjual minyak secara ilegal, ISIS juga secara biadap menjual wanita - wanita tawanannya untuk mendapatkan uang.

Keberadaan ISIS tidak hanya membahayakan dari segi keamanan, tetapi juga dari ekonomi suatu negara. Negara yang merasakan dampak langsung ekonomi akibat keberadaan ISIS adalah Irak & Syria.
Akibat keberadaan ISIS, industri minyak mentah Irak berada dalam kondisi terjun bebas. Menurut Kementerian Perminyakan Irak, tindakan ISIS di Irak telah menyebabkan bahaya yang sangat serius terhadap industri minyak Irak. Bayangkan saja, industri minyak Irak harus kehilangan hingga 400 ribu barel minyak setiap hari.
"ISIS menghancurkan perusahaan minyak Irak dan menyebabkan kerusakan pipa-pipa minyak Irak yang diperkirakan mencapai miliaran dolar. Irak telah kehilangan 300.000-400.000 barel minyak setiap hari karena ISIS," kata juru bicara Kementerian Perminyakan Irak, Assem Jihad seperti dilansir dari Sputnik, Kamis (29/10/2015).

ISIS memang diduga meraup keuntungan dari hasil penjualan minyak mentah. Pasalnya, mereka berhasil menguasai sejumlah ladang minyak yang ada di Irak dan Suriah. Kelompok militan ISIS dikabarkan mendapatkan pemasukan setidaknya hingga USD50 juta per bulan dari penjualan ilegal minyak mentah dari ladang minyak yang berhasil mereka kuasai. Kelompok ekstrimis ini menjual emas hitam/minyak dengan harga yang sangat rendah.
Menurut anggota komite energi parlemen Irak dan mantan Menteri Peminyakan Irak, ISIS telah melakukan penyulingan minyak mentah hingga 30.000 barel per hari dari ladang minyak di Suriah. Sedangkan di ladang minyak Irak, mereka mampu menyuling minyak mentah hingga 10.000-20.000 barel per hari.
Untuk diketahui, ISIS menguasai 253 sumur minyak di Suriah dimana 161-nya telah dioperasionalkan. Mereka juga mempunyai 275 insinyur dan 1.107 pekerja terlibat dalam pemeliharaan sumur minyak tersebut. Mereka bahkan diyakini telah mempekerjakan seorang pejabat senior perusahaan minyak Irak.
Secara keseluruhan, ISIS mampu mengantongi USD40-50 juta per bulan dari hasil penjualan minyak. Bahkan laporan dari Diwan al-Rakaaes ISIS, sejenis Kementerian Keuangan, pada bulan April lalu mereka memperoleh sekitar USD46.700.000.
Sedangkan menurut seorang pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat, Daniel Glaser, pendapatan ISIS dari perdagangan minyak ilegal mereka mencapai USD500 juta per tahun.

Mulai Turunnya/Ikut Campur Negara Lain Di Suriah
Amerika serikat dinilai sebagai negara pertama yang mulai ikut campur dalam perang di timur tengah, ini bukan pertama kalinya Amerika ikut campur dalam perang di timur tengah, dalam perang/krisis ukraina, Amerika juga pernah melibatkan diri dalam peperangan. Rusia menuding serangan militer Amerika untuk memerangi ISIS di Irak & Suriah tidak membuahkan hasil sama sekali. Rusia menganggap Amerika hanya pamer kekuatan militer saja di Irak & Syria tanpa mampu mengalahkan/memukul mundur ISIS dari Irak & Suriah. Hal ini membuat Rusia geram pada Amerika yang hanya pamer aksi militer saja, kemudian Rusia pun mulai ikut campur/turun tangan mengerahkan pasukan militernya untuk membasmi ISIS di Iraq & Syria.


Melihat serangan Rusia di timur tengah yang dinilai semakin brutal, Amerika bersama koalisi NATO kembali menunjukkan kekuatan militernya di medan perang Iraq & Syiria, berbagai peralatan & pesawat tempur mulai unjuk kehebatan. Namun hal itu tak membuat Rusia takut pada kekuaatan militer Amerika maupun negara-negara NATO yang bergabung untuk bersaing kehebatan militer di Irak & Suriah. Persaingan dua negara Super Power/Adi Daya ini pun semakin menunjukkan kehebatan/kemampuan militer yang di milikinya.

ISIS pun mulai menarik perhatian dengan melakukan serangan bom ke Paris dengan tujuan agar Prancis dan sejumlah negara lainnya ikut bergabung dalam medan perang di timur tengah untuk melakukan serangan militer melawan ISIS ke Iraq & Syria. Tentu saja ISIS bertujuan agar negara-negara lain terpancing ikut dalam pertempuran di timur tengah dengan semakin kacau/panasnya kondisi Irak & Suriah. Mulanya Prancis & Jerman sempat terpacing dengan mengerahkan pasukan militernya ke timur tengah untuk memerangi ISIS di Iraq & Syria, namun itu hanya berlaku beberapa saat, kemudian Jerman & Prancis pun mulai mengurangi keterlibatannya dalam perang di Iraq & Syria yang dinilai bisa menambah banyak korban tak bersalah yang menderita & mati atas perang di Iraq & Syria.
Amerika menuding Iran dan Rusia telah membantu ISIS dan berkerja sama dalam hal minyak, tentu saja Rusia dan Iran membantah tuduhan Amerika tersebut. Rusia justru menuduh balik bahwa ISIS menjual minyak secara ilegal kepada Turki & Amerika. Iran sendiri mengklaim bahwa Amerika terlalu egois & selalu merasa benar. Apalagi atas sanksi/hukuman yang di jatuhkan Amerika berkali-kali kepada Iran yang se-enaknya sendiri. Tentu saja hal itu makin membuat Iran geram kepada Amerika.

Meskipun ISIS selalu menyatakan akan selalu melakukan perang/jihat atas nama agama islam, tapi ISIS tidak pernah sekalipun menyatakan perang terhadap Israel, padahal menurut agama islam tindakan kedzaliman Israel terhadap warga negara palestina & Gaza selama ini sungguh keterlaluan dari segi sosial, moral, dll. Tapi ISIS sama sekali tidak akan berperang terhadap Israel. Demikian pula sebaliknya, Israel tidak akan pernah perang/melawan ISIS. Menurut Israel bahwa Iran lebih patut diperangi daripada ISIS karena menurutnya Iran lebih berbahaya dari pada ISIS. Lalu apakah hubungan ISIS & Israel? Kenapa ISIS & Israel tidak pernah berkeinginan untuk saling memerangi meski apapun yang terjadi?


Arab Saudi & Iran merupakan raja minyak/negara penghasil minyak terbesar di dunia. Tentu saja karena kondisi alam di timur tengah yang kaya akan minyak/banyak kawasan-kawasan minyak yang berlimpah disana dibandingkan kawasan-kawasan minyak dari negara lain yang butuh biaya produksi mahal untuk menghasilkan minyak. Sepertinya sumur-sumur minyak di timur tengah memang tak pernah mengering, bahkan saat sumur-sumur minyak di Indonesia mulai nyaris mengering pun sumur-sumur minyak di Iran justru semakin penuh membanjiri/berlimpah.

Namun hubungan Arab Saudi & Iran semakin memanas saat peristiwa banyaknya korban jiwa yang berjatuhan saat musim haji, dan sebagian besar korban yang meninggal dunia adalah warga negara Iran. Arab Saudi mengklaim bahwa jema'ah haji dari Iran susah diatur & seenaknya sendiri. Sedangkan Iran menuding Pemerintahan Arab Saudi tidak mampu mengelolah tanah suci sebagai tempat ibadah haji dari orang-orang muslim dunia. Jatuhnya banyak korban jiwa dari berbagai kewarganegaraan di dunia itu juga di klaim sebagai ulah dari putra mahkota Arab Saudi yang melakikan konvoi hingga membuat para jemaah haji panik & mati karena konvoi yang dilakukan putra mahkota Arab Saudi.
Iran pun lama-lama sudah terbiasa atas sanksi/hukuman ekonomi yang diberikan Amerika. Dari sini Iran mulai menyusun strategi bagaimana cara memerangi Arab Saudi & Amerika tanpa kekerasan maupun peperangan. Perang harga minyak pun dimulai untuk membuat Arab Saudi menangis & menderita atas kekalahan. Pasokan minyak yang berlebihan karena sumur-sumur Iran yang dipenuhi minyak mulai dimanfaatkan, Iran mengimpor/menjual stock minyaknya yang overload ini dengan harga yang murah dan dalam jumlah yang besar. Hal itu tentunya banyak menguntungkan bagi negara-negara pengkonsumsi minyak karena harganya yang murah, salah satu negara dengan konsumsi/pembutuh minyak terbesar didunia adalah China.

Anjloknya harga minyak dunia langsung berpengaruh besar terhadap perekonomian global. Bahkan Arab Saudi yang merupakann negara penghasil minyak terbesar di dunia yang kedua pun harus menangis & menderita karena devisit negara yang cukup serius. Rupanya tak hanya Arab saudi saja yang harus menderita kekalahan dalam persaingan minyak, negara-negara lain penghasil minyak pun juga mengalami krisis ekonomi akibat dampak minyak. Satu persatu negara penghasil minyak pun terancam bangkrut karena kalah harga saing yang cukup murah dari timur tengah. Apalagi mahalnya biaya produksi yang tak sebanding dengan pendapatan harus memaksa mereka mengakui kekalahan & mengimpor minyak murah daripada memproduksi memprodusi minyak sendiri yang membutukan dana lebih besar.
Dan berikut ini adalah daftar 10 negara penghasil minyak terbesar di dunia pada tahun 2013 :1. Amerika Serikat
Produksi : 12,31 juta barel per hari
Benua : Amerika Utara
Keterangan : Bukan Anggota OPEC
2. Arab Saudi
Produksi : 11,59 juta barel per hari
Benua : Asia (Timur Tengah)
Keterangan : Anggota OPEC
3. Rusia
Produksi : 10,53 juta barel per hari
Benua : Asia dan Eropa
Keterangan : Bukan Anggota OPEC
4. China
Produksi : 4,46 juta barel per hari
Benua : Asia
Keterangan : Bukan Anggota OPEC
5. Kanada
Produksi : 4,07 juta barel per hari
Benua : Amerika Utara
Keterangan : Bukan Anggota OPEC
6. Uni Emirat Arab
Produksi : 3,23 juta barel per hari
Benua : Asia (Timur Tengah)
Keterangan : Anggota OPEC
7. Iran
Produksi : 3,19 juta barel per hari
Benua : Asia (Timur Tengah)
Keterangan : Anggota OPEC
8. Irak
Produksi : 3,06 juta barel per hari
Benua : Asia (Timur Tengah)
Keterangan : Anggota OPEC
9. Meksiko
Produksi : 2,91 juta barel per hari
Benua : Amerika Utara
Keterangan : Bukan Anggota OPEC
10. Kuwait
Produksi : 2,81 juta barel per hari
Benua : Asia (Timur Tengah)
Keterangan : Anggota OPEC
Jumlah Hasil Produksi diatas merupakan rata-rata barel per hari pada tahun 2013.

Jika mencermati berbagai cuitan sosial media terkait pergerakan harga minyak mentah saat ini, banyak sekali yang berbicara mengenai jatuhnya harga minyak mentah. Tidak hanya berhenti dikomentar saja, sebagian bahkan memperkirakan harga minyak masih akan turun, sebagian justru melihat harga bisa berbalik dan naik kembali secepatnya.
Tidak tanggung-tanggung, pasar terbelah menjadi dua kubu yang sama kuatnya, memperkirakan harga minyak mentah bisa terus turun hingga $20 per barel, sebagian menilai harga minyak mentah akan memantul dan bergerak naik hingga ke $60 per barel kembali.
Dalam pandangan analis fundamental, bisa dipahami mengapa harga minyak mentah turun drastis saat ini. Jatuhnya harga minyak bersamaan dengan anjloknya harga-harga komoditi lainnya. Fakta bahwa banyaknya suplai ditengah minimnya permintaan, membuat harga minyak mentah tersungkur dalam. Dalam konteks teknis, kondisi ini mengalami kelebihan suplai.
Dengan kata lain, kita mengalami “kekenyangan” komoditas akibat kelebihan suplai. Kondisi ini makin menjadi-jadi ketika Cina mengalami perlambatan ekonomi. Permintaan minyak yang turun membuat harga minyak makin anjlok. Tidak disangkal lagi, kondisi ini yang menjadi tren pergerakan harga minyak terkini.

Iran memang menjadi salah satu jangkar penurun harga minyak mentah dengan produksi yang besar dan sanksi Barat yang menurun sehingga memungkinkan minyak Iran diperdagangkan keluar negeri, membuat pasokan global makin banjir. Libya memang menahan produksinya, setidaknya mereka hanya memompa minyak mentahnya hanya seperempat dari masa sebelum perang pecah di Libya.
Lazimnya, dalam perekonomian yang sehat dan tumbuh berkembang, harga minyak mentah akan terasa lebih murah dengan pendapatan ekonomi yang lebih baik. Jatuhnya harga minyak mentah juga akan membuat keuntungan perusahaan naik setelah ongkos produksi terkait konsumsi minyak mentah akan menurun biayanya. Sayangnya, hal demikian tidak terjadi saat ini. Ditengah jatuhnya harga minyak mentah, tidak serta merta mendorong pendapatan perusahaan naik kencang. Perusahaan dan pabrikan sendiri terbelit masalah untuk menjajakan produksinya, setelah pasar global melempem akibat ekonomi yang melambat. Alhasil, permintaan minyak mentah juga turun pula.

Pasar bisa meraba sejauh mana jatuhnya harga minyak mentah ini akan berlangsung dengan mencermati langkah-langkah yang diambil sejumlah bank-bank sentral. Berbagai kebijakan bank-bank tersebut adalah untuk mengejar kenaikan inflasi yang dianggap sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, inflasi masih dibawah target bank-bank sentral saat ini. Obat penenangnya, beberapa pejabat bank sentral mengatakan untuk tidak khawatir, inflasi akan naik kembali. Dalam pandangan mereka, disinflasi saat ini secara garis besar mencerminkan jatuhnya harga minyak mentah. Sekali harga minyak ini keluar dari perhitungan, inflasi akan naik kembali. Pendek kata, mereka tidak perlu menunggu hingga harga minyak mentah memantul naik kembali, hanya butuh harga minyak berhenti jatuh saja sudah cukup untuk menaikkan inflasi.
Harapan demikian ini nampaknya masih tinggi untuk menjadi nyata. Bagaimana tidak apabila melihat ke laporan The International Energy Agency yang memperkirakan Arab Saudi sendiri masih bisa memproduksi minyak mentah sekitar 2 juta barel per hari dan Iran sebanyak 700,000 barel. Padahal dalam perhitungan IEA, selain jatuhnya harga minyak masih akan berlanjut, permintaan minyak mentah di 2016 juga masih akan turun, setidaknya sekitar 1,2 juta barel per hari, dari total permintaan saat ini dikisaran 95 juta barel per hari. Tentu saja kondisi ini akan membuat harga minyak mentah makin merana.

Menunggu arus balik yang kuat dari harga minyak, peluang mendapatkan keuntungan ditengah naik-turunnya harga saat ini juga terbuka. Setidaknya dalam masa yang pendek, baik harga minyak mentah masih akan menurun kembali atau hanya menguat sesaat, tetap memberikan peluang keuntungan. Butuh kecepatan aksi dan kehatia-hatian yang ekstra dalam mengatur margin atau modal transaksi.

Perusahaan minyak asal Inggris, BP Plc, Selasa, 24 Februari 2015 mengajukan banding atas putusan hakim Amerika Serikat (AS) yang menjatuhkan denda senilai US$13,7 miliar (Rp176,9 triliun). BP didenda atas kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko pada 2010 silam.
Pada Januari lalu, Hakim Distrik di New Orleans AS, Carl Barbier memutuskan BP telah menumpahkan 3,19 juta barel minyak ke Teluk Meksiko. Pengadilan memutuskan denda sebesar US$4.300 untuk setiap barel minyak yang tumpah di teluk itu.
Kantor berita Reuters mengabarkan BP merasa keberatan dengan putusan tersebut. Perusahaan yang dulu dikenal dengan sebutan British Petroleum itu berpendapat mestinya denda maksimum sebesar US$3.000 per barel.
Atas tragedi tumpahan minyak itu, BP telah mengeluarkan anggaran lebih dari US$42 miliar untuk biaya pembersihan, denda dan ganti-rugi para korban. Sedikitnya 810.000 barel minyak berhasil dikumpulkan selama pembersihan minyak tersebut.
Meski diputuskan denda Rp176,9 triliun, hakim Barbier belum memutuskan berapa banyak yang harus dibayarkan BP. Belum jelas kapan tenggat waktu pembayarannya.
Namun di era semakin ketatnya persaingan harga minyak, BP semakin terpuruk di tahun 2016 hingga melakukan Pemberhentian karyawan secara besar-besaran bahkan menutup produksinya untuk sementara. Tak hanya perusahaan minyak di Inggris yang mengalami situasi terpuruk, Perusahaan minyak PERTAMINA di Indonesia juga mulai memperhentikan karyawan untuk mengurangi resiko kebangkrutan yang parah.Mahalnya biaya produksi & perawatan yang tak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh terpaksa harus menutup produksi minyak sementara & beralih untuk mengimpor minyak mentah dari timur tengah yang diobral murah karena sumur-sumur minyak di jazirah arab yang tak pernah kering justru malah semakin penuh akan minyak.

Apalagi Iran yang sempat dibuat jengkel Amerika karena sering memberikan sanksi/hukuman terhadap Iran, hal itu semakin membuat Iran semakin gencar dalam perang minyak dan bersaing harga dengan negara-negara yang dinilai memusuhinya yaitu Arab Saudi & Amerika. Meski Rusia juga mengalami kerugian pada perusaan minyak yang dimilik rusia, namun rusia tak pernah mengkhawatirkan/mencemaskan perang minyak/persaingan harga minyak yang sedang terjadi tersebut. Itu karena Rusia sebelumnya telah menjalin hubungan dekat yang di nilai saling membantu/saling menguntungkan antara Rusia dengan negara-negara timur tengah penghasil minyak seperti Iran, Mesir, Irak & Syria.




Lihat saja sekarang. Ketika harga minyak anjlok rata-rata 70% dari di atas USD100 per barel menjadi tinggal USD30 per barel, sejumlah perusahaan minyak dunia (International Oil Company atau IOC) rontok. Raksasa minyak Shell, misalnya, tahun ini bakal memangkas 6.500 karyawannya dan memotong dana investasi hingga USD7 miliar (atau setara Rp94,2 triliun).
Begitu juga dengan Societa Anonima Italiana Perforazioni E Montaggi (Saipem), perusahaan kontraktor minyak dan gas Italia, bakal mengurangi hingga 8.800 karyawannya dalam dua tahun ke depan. Saipem adalah anak usaha dari perusahaan energi Italia, ENI. Di Inggris, British Petroleum juga akan memangkas 4.000 karyawannya hingga 2017. Dan juga perusahaan minyak di Belanda yang juga melakukan pengurangan karyawan besar-besaran dalam tahun 2016 ini.
Sepanjang 2014, China mengimpor lebih dari 7,15 juta barel minyak per hari (bandingkan dengan Indonesia yang sekitar 600.000 barel per hari), atau tumbuh lebih dari 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi, penurunan harga minyak ini betul-betul menguntungkan China. Meski begitu, penurunan harga migas ini diperkirakan tak akan mampu dengancepatmengatrol pelemahan pertumbuhan ekonomi China.
India pun serupa. Negara ini mesti mengimpor 70% dari seluruh kebutuhan minyaknya. Penurunan harga jelas membuat biaya subsidi minyak India terpangkas hingga mencapai USD2,5 miliar (Rp33,75 triliun). Lumayan, meski ada syaratnya, yakni harga minyak dunia harus terus rendah.
Sampai kapan perang harga minyak ini berlangsung? Akankah hal ini akan memicu kembali pada sistem barter peradapan kuno yang mana uang tak lagi digunakan untuk jual beli melainkan dengan pertukaran barang dengan barang, seperti tukar menukar minyak kereta api, pesawat, rudal, tank, dan lain-lain? Yang jelas sistim ekonomi didunia ini sedang mengalami kerapuhan & perlambatan yang semakin dalam. Sistim mata uang USD Amerika serikat pun di prediksi akan mengalami kelengseran/pergeseran dari kedudukannya sebagai mata uang dunia seperti kelengseran/pergeseran kedudukan mata uang UERO sebagai mata uang dunia sebelumnya.
Baca Juga : Iran Menang Dalam Perang Minyak, Perkonomian AS, Uni Eropa Dan Negara Di Dunia Bisa Hancur
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik & sopan