Proses pengembangan tahap awal dilakukan di Korea Aerospace Industries (KAI), setelah itu proses produksi dilakukan di masing-masing negara, di fasilitas milik KAI dan fasilitas Indonesia di Bandung, PT Dirgantara Indonesia, Bandung.
“Generasi 5 baru ada F-35 dan F-22. Kalau kita generasi 4,5. Kita di atas F-16, F-18 sampai Sukhoi-35, karena mereka generasi ke-4,” ucap Andi Alisjahbana.
Dengan generasi 4,5 maka, jet tempur karya Indonesia dan Korea Selatan memiliki teknologi semi stealth atau kemampuan yang bisa mengecoh radar musuh. Teknologi ini mirip dengan pesawat siluman F-22 Amerika Serikat.
“Secara struktur, pesawat ini punya teknologi stealth atau teknologi siluman yang ada di generasi ke-5”.
Direktur Utama PTDI, Budi Santoso menambahkan, Indonesia memilih kerjasama dengan Korea Selatan, karena bersedia memberikan penguasaan teknologi sampai 100%. Indonesia juga dilibatkan dari awal pengembangan hingga produksi. Padahal, andil Indonesia hanya 20% dari total proyek senilai US$ 8 miliar atau Rp 111,52 triliun.
Selain itu, Korea Selatan memiliki pengalaman mengembangan jet tempur T-50 Golden Eagle yang merupakan kerja sama antara KAI dan Lockheed Martin, Amerika Serikat.
“Yang penting adalah kita dapat semua teknologinya,” tambahnya.
Dengan penguasaan teknologi 100%, PTDI bisa secara mandiri memproduksi jet tempur di Indonesia mulai 2025. Namun untuk penjualan, share keuntungan antara PTDI dan KAI akan dibagi sesuai setoran modal.
“Sebanyak 20% komponen kita kerjakan, mereka 80% tapi teknologi kita dapat 100%,” ujar Direktur Utama PTDI.
Indonesia dan Korea Selatan juga berencana menaikkan kemampuan pesawat menjadi generasi 5 seperti F-22.
“Dengan mulai 4.5, kita nantinya masuk ke generasi 5. Ini penting setelah punya kemampuan updating system dan lain-lain di pesawat,” tutup Direktur Utama PTDI.
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik & sopan